Logiskah Demokrasi Menjadi Harga Mati Masyarakat Dunia?
Bumi sudah memiliki usia sekitar 4.54 miliar tahun menurut pendapat sepihak yang dikemukakan oleh para evolusionis. Meskipun banyak yang meragukan kebenaran klaim tersebut, berbagai peradaban, kekuasaan dan sistem pemerintahan telah banyak tercatat dalam sejarah dunia. Meskipun tidak sedikit yang terlupakan.
Dalam kurun ribuan tahun ke belakang dari sekarang saja bisa dicatat sejarah munculnya kekuasaan yang bermacam-macam, terkadang datang dan pergi seperti hantu tanpa meninggalkan jejak. Sehingga tercatat berbagai catatan dari sistem pemerintahan sejak saat itu sampai sekarang yang kita baca dan kita dengar.
Kebohongan dan Manipulasi Media
Di zaman orde baru, dunia jurnalisme adalah salah satu yang paling menderita, kebebasan pers dikekang, yang berbicara vokal dan blak-blakan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah Soeharto saat itu, harus berhadapan dengan jeruji besi atau meregang nyawa.
Pilihan sulit yang dimiliki insan jurnalisme saat itu kemudian mendapatkan angin segar sejak Status Quo runtuh. Adalah Habibie yang meletakkan dasar bagi kebebasan pers, yang kemudian semakin memperlihatkan perbaikan seiring dengan berjalannya waktu.
Saat saya menulis tulisan ini, media sudah menjadi sesuatu yang berada di luar dugaan dan ekspektasi banyak orang. Media berubah menjadi lembaga yang sangat kuat, menembus semua batasan. Pemberitaan yang mengandung fitnah sekali pun hanya akan berakhir di komisi etik, tak tersentuh sama sekali. Sebagai contoh, coba perhatikan secara mendalam semua pemberitaan tentang Jokowi dari sejak kepemimpinannya sebagai Bupati Solo sampai menjadi Presiden.
Kenapa Mereka Golput?
Pertanyaan dari judul di atas, bagi sebagian kecil orang akan sangat mudah dipahami. Tetapi sebagian besar orang akan memandang golput sebagai pihak yang tidak peduli pada negara dan nasib masa depan bangsa. Benarkah demikian?
Semenjak pemilu legislatif dan pemilu presiden dilangsungkan baru-baru ini. MUI, NU dan Muhammaddiyah mengeluarkan seruan agar jangan ada rakyat yang tidak memilih, karena pentingnya suara untuk menentukan pemimpin masa depan, orang-orang baik di negeri ini diharapkan berpartisipasi dalam pemilu, agar pemimpin-pemimpin yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang bisa digantungkan harapan baru demi berbagai perbaikan.
Partai Aceh di Persimpangan Jalan
Partai Aceh (PA) sedang menikmati kekuasaan yang sudah didapatnya selama dua periode. Kekuasaan yang masih akan mereka pertahankan pada periode mendatang. Terutama di saat kaki partai-partai nasional kelas kakap menjadi buntung, membuat para pemilih di daerah ujung Pulau Sumatera sepertinya tidak punya pilihan lain. Partai Aceh masih menjadi pilihan masyarakat, terutama tingkat kepercayaan pada Pusat sampai hari ini masih sangat rendah. Hal terburuk yang mungkin terjadi daam percaturan poitik Aceh adalah menurunnya elektabilitas PA yang akan mempengaruhi jumlah kursi yang diperoleh di parlemen.
Buruh, Kesejahteraan Dan Marahnya Presiden
Gejolak tuntutan gaji layak buat buruh memuncak kembali, ribuan orang berada di jalan-jalan di seluruh Indonesia. Fenomena ini kemudian menjadi sorotan dunia. Di saat kaum buruh melihat pembayaran yang diberikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan keringat yang bercucuran dari tubuh mereka. Tak ayal, di beberapa tempat gelombang demo buruh diwarnai keributan dan bentrok dengan aparat keamanan.
Di sisi lain, logika penentuan UMP menghasilkan angka yang berbeda jauh antara kaum buruh dan pengusaha serta pemerintah. Pertimbangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang dijadikan rujukan sepertinya tidak akan memberikan kepuasan kepada banyak buruh di negeri ini. Ditambah lagi alasan ancaman terhadap iklim investasi, semakin menjadi indikasi kuat bahwa buruh harus kembali ke barak dan melupakan 3,7 juta perbulan yang mereka impikan.
Prime Idea 